Popular Posts
-
A. Definisi Resep Resep adalah permintaan tertulias dari seorang dokter kepada apoteker menyerahkan obat kepada pasien. Menurut keput...
-
INFORMATIKA FARMASI Informatika Farmasi merupakan bidang yang relatif baru, Informatika farmasi disebut juga sebagai farmako-informatika. In...
-
Penyandang profesi farmasi, secara internasional dan sebagaimana direkomendasikan oleh WHO, selanjutnya disebut Farmasis, yang personifikas...
-
CSSD, singkatan dari “Sentral Steril and Supplies Department” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “Instalasi Sterilisasi Sentral”. ...
-
Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik meny...
FARMASI ADALAH . . .
Posted on May 26, 2019 by sabila nur fitria
Penyandang profesi farmasi, secara internasional dan sebagaimana direkomendasikan oleh WHO,
selanjutnya disebut Farmasis, yang personifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut:
Pertama, jantung dan jiwanya senantiasa berdegup dan bergetar mengembang seirama dengan
disiplin ilmu dispensing and compounding. Pre-formulasi dan formulasi sediaan obat diperbaiki dan
disempurnakan agar mencapai efek yang optimal dengan dukungan disiplin ilmu-ilmu teknologi farmasi,
drug delivery systems, biofarmasetika dan farmakokinetik, serta farmakoterapi dan farmasi klinik. Sebaliknya
efek samping diminimalkan berdasarkan pemahaman disiplin ilmu-ilmu interaksi obat, adverse drug
reactions, toksikologi, sifat-sifat bahan tambahan, dan fisiologi.
Kedua, otak dan pikirannya terpusat atau tercermin pada drugs and their actions sebagai
perwujudan pertanggungjawaban profesi bidang kesehatan, dan hubungan kait-mengkait dengan getaran
jantung serta jiwanya.
Ketiga, berdasarkan karakter ungkapan jiwa dan pikirannya, maka aktivitas “sosok” Farmasis adalah
analisis tentang jaminan mutu, keamanan, dan penggunaan sediaan obat yang tepat/rasional.
Digambarkan sebagai bangunan, Farmasis adalah suatu monumen yang megah dan sangat indah,
ditegakkan di atas 4 pilar utama: pharmacology, pharmaceutical chemistry, pharmaceutical technology, dan
pharmacognosy, yang tertancap kokoh pada disiplin ilmu-ilmu pengetahuan alam untuk farmasi. Selanjutnya tampak tegar biopharmaceutics and pharmacokinetics berpuncak clinical pharmacy, dihiasi dengan disiplin
ilmu-ilmu sosial untuk farmasi: management and administration, hygiene and epidemiology, serta etika.
Digambarkan sebagai pohon, Farmasis tersusun dari akar yang terdiri dari rangkaian hibrida-hibrida
ilmu pengetahuan alam yang terangkai sistematik membentuk basic pharmaceutical sciences dan tertanam
dalam “tanah” bidang kesehatan. Batangnya tegak menjulang tinggi di atas akar yang kuat, menggambarkan
disiplin ilmu-ilmu terapan yang khas untuk kefarmasian, mengikat dahan-dahan dan ranting-ranting yang
proporsional untuk memperkuat serta mempertegas karakteristik kefarmasian. Daunnya yang rimbun
merupakan ilmu-ilmu pendukung yang terkait untuk menyempurnakan gambaran farmasis, sementara itu
pohon yang bersangkutan mempersembahkan 4 macam bunga yang merupakan kemampuan/keahlian dasar
farmasis, yaitu complex bioavailability, parenteral solution/dosage forms, drug monitoring, dan clinical
applications. Selanjutnya dari bunga-bunga tersebut dihasilkan 2 macam buah yang merupakan sikap
professional farmasis, yaitu product oriented dan patient oriented, buah pertama ‘berasal” dari 2 bunga
pertama, dan buah kedua dari 2 bunga terakhir.
Dengan demikian, farmasis yang merupakan lulusan pendidikan tinggi telah siap dan mandiri untuk
pengabdian profesi dan pengembangan kualitas, mengingat 2 keahlian dasar pertama dikuasai berdasar
penelitian (research base learning), sedangkan 2 kemampuan dasar terakhir diperoleh berdasar sistem
pelayanan (care/services base learning).
Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun 1990 (Anonim, 1990),
badan dunia di bidang kesehatan tersebut mengakui/merekomendasi/menetapkan kemampuan untuk diserahi
tanggung jawab kepada farmasis yang secara garis besar adalah sebagai berikut:
Pertama, memahami prinsip-prinsip jaminan mutu (quality assurance) obat sehingga dapat
mempertanggung jawabkan dan fungsi kontrol.
Kedua, menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya), serta paham prinsip-
prinsip penyediaannya.
Ketiga, mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).
Keempat, mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi.
Kelima, mampu memberi advice yang informatif kepada pasien tentang penyakit ringan (minor
illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit kronik yang telah ditentukan dengan jelas
pengobatannya.
Keenam, mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik dengan
pelayanan farmasi.
Dapus : Sudjaswadi, Riswaka. 2001. FARMASI, FARMASIS, DAN FARMASI SOSIAL. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
|