Kesehatan merupakan hak
asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik menyangkut
kesehatan pribadi maupun keluarganya
termasuk di dalamnya mendapat makanan, pakaian, dan pelayanan
kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan.
Upaya kesehatan bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakannya disebut sarana
kesehatan. Sarana kesehatan
berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar atau upaya kesehatan
rujukan dan/atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat
juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian,
pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang kesehatan. Salah satu sarana kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan adalah rumah sakit (Sheina,2010).
Pengelolaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang merupakan
siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi,
penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan,
administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat
sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi
secara berdaya guna dan berhasil guna (Quick,1997).
Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) mempunyai peran penting dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan di
rumah sakit, oleh
karena itu pengelolaan obat
yang kurang efisien
pada tahap penyimpanan
akan berpengaruh terhadap peran rumah sakit secara keseluruhan
(Sheina,2010).
Perencanaan dan seleksi
Anggaran obat
Menurut Gomes, anggaran merupakan
dokumen yang berusaha untuk mendamaikan prioritas-prioritas program dengan
sumber-sumber pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran menggabungkan suatu
pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka waktu yang
ditentukan dengan informasi mengenai dana yang dibutuhkan untuk aktivitas
tersebut atau untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Mulyadi, anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan
secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran
yang lain yang mencakup
jangka waktu satu tahun.
Menurut Supriyono,
penganggaran merupakan
perencanaan keuangan perusahaan yang dipakai sebagai dasar pengendalian
(pengawasan) keuangan perusahaan untuk periode yang akan datang (Anonim,2012).
Jadi, anggaran obat
adalah suatu perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan obat yang akan
diadakan dalam suatu instalasi farmasi (Anonim,2012).
Sistem perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan
jenis, jumlah dan harga sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran dalam rangka pengadaan untuk menghindari kekosongan obat
dengan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar pelaksanaan yang
telah ditentukan. Perencanaan berpedoman pada DOEN (Daftar Obat Esensial
Nasional), formularium RS, standart terapi RS, data catatan medik, anggaran
yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data
pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan
(Quick,1997).
Tujuan
perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Metode
perencanaan
Ada tiga jenis metode perencanaan yaitu konsumsi, epidemiologi,
dan kombinasi keduanya yang disesuaikan dengan anggaran setempat. Perencanaan
dengan metode konsumsi dilakukan berdasarkan data penggunaan obat diwaktu yang
lalu, sedangkan metode epidemiologi dilakukan berdasarkan data tingkat kejadian
penyakit dan standart pengobatan untuk penyakit tersebut. Data penggunaan obat
waktu yang lalu untuk metode konsumsi harus akurat. Metode konsumsi ini dapat
menyebabkan penggunaan obat yang kurang rasional akan terus terjadi berbeda
dengan halnya metode epidemiologi yaitu mengambil asumsi bahwa pengobatan
disesuaikan dengan penyakit yang ada atau terjadi pada saat tertentu
(Siregar,2004).
Perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
mempertimbangkan dana yang tersedia. Untuk mencapai efisiensi dalam penyusunan
daftar kebutuhan obat digunakan gabungan dua cara analisis, yaitu analisis VEN
dan ABC (Paretto). Analisis VEN
mengelompokan obat berdasarkan tingkat kegawatdaruratan untuk pengobatan
pasien. Pembagian VEN adalah sebagai berikut :
a.
Kategori
V adalah obat vital dengan jumlah sedikit tetapi harus selalu disediakan untuk
menyelamatkan jiwa pasien
b.
(life-saving drug), misalnya insulin,
heparin, adrenalin, atropin sulfat, albumin dan obat-obat pelayanan kesehatan
standar, misalnya serum antibisa ular.
c.
Kategori
E adalah obat esensial yang umum digunakan dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, misalnya obat jantung, obat hipertensi, obat diabetes.
d.
Kategori
N adalah obat non-esensial yang boleh disediakan atau boleh tidak disediakan
karena tidak membahayakan nyawa bila tidak tersedia, misalnya food suplement dan vitamin (Quick,1997).
Analisis ABC/Paretto mengelompokkan obat berdasarkan volume and value of consumption obat,
yaitu sebagai berikut:
a.
Kelompok
A adalah obat yang berharga mahal dan sering ditulis dengan resep dokter,
menyerap dana sebesar ± 80% dari total dana dengan jumlah item ± 20% dari total item
obat yang ada.
b.
Kelompok
B adalah obat yang dibutuhkan dalam banyak kasus dan sering keluar, menyerap
dana sebesar ± 15% dari total dana dengan jumlah item ± 60% total item
obat yang ada.
c.
Kelompok
C adalah kelompok obat yang hanya sebagai suplemen saja. Menyerap dana sebesar
± 5% dari total dana dengan jumlah item
± 20% total item obat yang ada
(Quick,1997).
Pengadaan
Pengadaan
merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
disetujui, melalui:
1.
Pembelian
2.
Produksi atau
pembuatan sediaan farmasi
3.
Sumbangan/drooping
atau hibah
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif(
tender) merupakan suatu metode penting untuk mencapau keseimbangan yang tepat
antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus
mendasarkan pada criteria berikut :
mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai
syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya,
kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan.
Tujuan
pengadaaan :
Mendapatkan perbekalan farmasi dengan
harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancer, dan
tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.
1.
Pembelian
Pembelian adalah rengakain proses
pengadaan unutuk mendapatkan perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan
peraturan presiden RI no 94 tahun 2007 tentang pengendalian dan pengawasan atas
pengadaan dan penyaluran bahan obat, obat spesifik dan alat kesehatan yang
berfungsi sebagai obat dan peraturan presiden RI no 95 tahun 2007 tentang
perubahan ketujuh atas keputusan presiden no 80 tahun 2003 tentang pedoman
pelaksanaan pengadaan barang atau jasa pemerintah.
Ada 4 metode pada proses pembelian :
a.
Tender terbuka,
berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan criteria yang
telah ditentukan.
b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup.
Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat
yang baik
c. Pembelian dengan tawar-menawar, dilakukan bila item
tidak penting, tidak banyak, dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk
item tertentu
d. Pembelian langsung, pembeli jumlah kecil, perlu
segera tersedia. Harga tertentu,
relative agak lebih mahal.
2.
Produksi
Produksi
perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk,
dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kriteria perbekalan farmasi yang di prosuksi :
a.
Sediaan farmasi
dengan formula khusus
b.
Sediaan farmasi
dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah
c.
Sediaan farmasi
yang memerlukan pengemasan kembali
d.
Sediaan farmasi
yang tidak tersedia di pasaran
e.
Sedian farmasi
untuk penelitian
f.
Sediaan nutrisi
parenteral
g.
Rekonstotusi
sediaan perbekalan farmasi sitostasika
h.
Sediaan farmasi
yang harus selalu di buat baru
3.
Sumbangan /hibah/droping
Pada
prinsipn pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/ sumbangan, mengikuti kaidah
umum pengelolaan perbekalan farmasi regular. Perbekalan farmasi yang tersisa
dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat situasi normal. (Depkes
RI,2008)
Penerimaan
Penerimaan
adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai
aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau
sumbangan.
Penerimaan
perbekalan farmasi harus dulakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas
yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan
tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam
tim penerimaan harus ada tenaga farmasi.
Tujuan
penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai
kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan
Perbekalan
farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah
ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :
1. Harus
mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk bahan berbahaya.
2. Khusus
untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of origin.
3. Sertifikat
analisa produk (Depkes RI,2008)
Penyimpanan
Gudang
merupakan tempat penyimpanan sementara sediaan farmasi dan alat kesehatan
sebelum didistribusikan. Fungsi gudang adalah mempertahankan kondisi sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang disimpan agar tetap stabil sampai ke tangan
pasien
(Siregar,2004).
Tujuan penyimpanan
adalah :
a. Memelihara
mutu sediaan farmasi
b. Menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c. Menjaga
ketersediaan
d. Memudahkan
pencarian dan pengawasan (Depkes RI,2008)
Penumpukan
stok barang yang kadaluwarsa dan rusak dapat dihindari dengan pengaturan sistem
penyimpanan seperti fisrt expired fisrt
out (FEFO) dan fisrt in fisrt out (FIFO).
Sistem FEFO adalah dimana obat yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih pendek
keluar terlebih dahulu, sedangkan dalam sistem FIFO obat yang pertama kali
masuk adalah obat yang pertama kali keluar (Quick,1997).
Obat-obatan
sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat kondisi penyimpanan masing-masing obat.
Kondisi penyimpanan yang dimaksud antara lain adalah temperatur/suhu sekitar
20-250C, kelembaban dan atau paparan cahaya. Tempat penyimpanan yang
digunakan dapat berupa ruang atau gedung yang terpisah, lemari, lemari
terkunci, lemari es, freezer, atau
ruangan sejuk. Tempat penyimpanan tergantung pada sifat atau karakteristik
masing-masing obat (Siregar,2004).
Pengaturan
obat digudang dapat dikelompokkan dengan 7 cara yaitu
berdasarkan :
1)
Kelompok
farmakologi/terapeutik
2)
Indikasi
klinik
3)
Kelompok
alphabetis
4)
Tingkat
penggunaan
5)
Bentuk
sediaan
6)
Random bin
7)
Kode
barang.
Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai,
barang-barang sebaiknya disimpan dalam keadaan yang mudah terambil dan tetap
terlindung dari kerusakan (Siregar,2004).
Permenkes 28/MENKES/PER/I/1978 tentang penyimpanan
narkotika disebutkan bahwa RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika, dimana tempat tersebut harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan
lain yang kuat, selain itu tempat penyimpanan narkotika tersebut harus
mempunyai kunci yang kuat dan tempat penyimpanan terbagi menjadi 2 bagian
masing-masing dengan kunci yang berlainan.
Distribusi
Distribusi
rawat inap
Distribusi sediaan
farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu tugas utama pelayanan farmasi
dirumah sakit. Distribusi memegang peranan penting dalam penyerahan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan ke unit-unit disetiap bagian farmasi rumah sakit
termasuk kepada pasien. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah
berkembangnya suatu proses yang menjamin pemberian sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang benar dan tepat kepada pasien, sesuai dengan yang tertulis pada
resep atau kartu obat atau Kartu Instruksi Obat (KIO) serta dilengkapi dengan
informasi yang cukup (Quick,1997).
Tujuan pendistribusian
: tersedianya perbekalan farmasi diunit-unit pelayanan secara tepat waktu tepat
jenis dan jumlah (Depkes RI,2008)
Farmasi rawat inap menjalankan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di
RS,
yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap diruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi.
Ada tiga macam
sistem pendistribusian rawat inap, yaitu:
a)
Sistem
persediaan lengkap (Floor stock system),
meliputi semua persediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan diruangan.
Pelayanan dalam sistem persediaan ruangan salah satu adalah penyediaan emergency kit (kotak obat darurat) yang
digunakan untuk keperluan gawat darurat (Siregar,2004).
b)
Resep
perorangan (individual prescribing) merupakan
cara distribusi obat dan alat kesehatan berdasarkan permintaan dalam resep atau
kartu obat pasien rawat inap. Sistem ini memiliki keuntungan berupa adanya
pengkajian resep pasien oleh apoteker adanya kesempatan interaksi profesional
penggunaan obat lebih terkendali dan mempermudah penagihan biaya obat pada
pasien. Keterbatasannya adalah adanya kemungkinan keterlambatan obat untuk
dapat sampai kepada pasien (siregar dan amalia, 2004).
c)
sistem
unit dose dispensing (UDD)
didefinisikan sebagai obat yang disiapkan dan diberikan kepada pasien dalam
unit dosis tunggal yang berisi obat untuk sekali minum. Konsep
UDD bukan merupakan inovasi baru dalam farmasi dan pengobatan. Unit dose
dispensing merupakan tanggung jawab farmasi yang tidak dapat berjalan disituasi
institusi rumah sakit tanpa kerja sama dengan perawat dan staf kesehatan yang
lain. Keuntungan UDD antara lain penderita hanya membayar obat yang digunakanya
saja,mengurangi kesalahan pengobatan,memperbesar komunikasi antara
apoteker-dokter perawat,serta apoteker dapat melakukan pengkajian penggunaan
obat. Keterbatasannya adalah jumlah tenaga farmasi yang dibutuhkan lebih tinggi
(Siregar dan Amalia,2004).
Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain diantaranya adalah:
a)
Pasien mendapat pelayanan farmasi yang
lebih baik selama 24 jam sehari dan hanya membayar untuk obat-obatan yang digunakan saja,
b)
Semua obat yang dibutuhkan dibagian
perawatan disiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai lebih banyak waktu
merawat pasien,
c)
Memberikan kesempatan farmasis
menginterpretasikan dan memeriksa kopi pesanan resep, bagi perawat mengurangi
kemungkinana kesalahan obat,
d)
Meniadakan duplikasi pesanan obat dan
kertas kerja yang berlebihan dibagian perawat dan farmasi,
e)
Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,
f)
Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian
dan pemborosan obat,
g)
Mengurangi kemungkinan kesalahan obat
dan juga membantu menarik kembali kemasan pada saat obat itu ditarik dari
peredaran karena kemasan dosis unit masing-masing diberi label,
h)
Farmasis dapat mengunjungi pos perwatan
untuk menjalankan tugasnya yang diperluas (Siregar,2004).
Disribusi
rawat jalan
Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan
(ambulatory) di RS mencakup: persyaratan manajemen,
persyaratan fasilitas dan peralatan, persyaratan pengelohan order atau resep
obat, dan pedoman operasional
lainnya (siregar dan amalia, 2003).
Pelayanan farmasi untuk
penderita ambulatory harus dipimpin
oleh seorang apoteker yang memenuhi syarat secara hukum dan kompeten secara
professional (Anonim,2012).
Sistem distribusi obat yang digunakan
untuk pasien rawat jalan adalah sistem
resep perorangan yaitu cara distribusi obat pada pasien secara individual berdasarkan resep dokter.
Pasien harus diberikan informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang akan
bertanggung jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan dari tenaga
kesehatan. Apoteker juga harus bertindak sebagai konsultan obat bagi pasien
yang melakukan swamedikasi (Siregar
dan Amalia, 2003).
Pengendalian
Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/
kekosongan obat di unit-unit pelayanan.
Tujuan
pengendalian : agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan perbekalan farmasi di
unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008)
Kegiatan
pengendalian mencakup :
a.
Memperkirakan/menghitung
pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja.
b.
Menentukan
stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak
mengalami kekurangan/ kekosongan.
c.
Menentukan
waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan
sampai obat diterima (Depkes RI,2008)
Pengendalian
obat di RS terdiri atas:
a.
Sistem
satu pintu,
b.
Penandaan
pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,
c.
Pengembalian
wadah bekas,
d.
Penggunaan
kartu kendali,
e.
Menghitung
dosis obat,
f.
Menghitung
biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan dengan unit cost yang diterima
(Anonim,2012)
Penghapusan/ Pemusnahan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan
farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi
risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar (Depkes RI,2008)
Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
a.
Melaksanakan
inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan
dimusnahkan,
b.
Menyiapkan
adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan),
c.
Mengkoordinasikan
jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait,
d.
Menyiapkan
tempat pemusnahan,
e.
Melakukan
pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan,
f.
Membuat
laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-kurangnya memuat:
1)
Waktu
dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,
2)
Nama
dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,
3)
Nama
apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,
4)
Nama
saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,
5)
Laporan
pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditandatangani oleh
apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.
Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU
No.22 Tahun 1997, yaitu:
Pasal 60:
a)
Diproduksi
tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat
digunakan dalam proses produksi,
b)
Kadarluarsa,
c)
Tidak
memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, atau
d)
Berkaitan
dengan tindak pidana.
Pasal 61:
1)
Pemusnahan
Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf a, b dan c dilaksanakan
oleh pemerintah, orang atau badan yang bertanggung jawab atas produksi dan atau
peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu, serta lembaga ilmu pengetahuan
tertentu dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk Menkes,
2)
Pemusnahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan pembuatan berita acara yang
sekurang-kurangnya memuat:
a)
Nama,
jenis, sifat dan jumlah,
b)
Keterangan
tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan,
c)
Tanda
tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan.
Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
Pasal
75:
Dalam rangka melakukan
penyidikan, penyidik BNN berwenang:
a)
Melakukan penyelidikan atas
kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
b) Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
c) Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi,
d)
Memeriksa tanda pengenal
diri tersangka, menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta,
e)
Memeriksa, menggeledah, dan
menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika,
f) Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
g)
Menangkap dan menahan orang
yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika,
h)
Melakukan interdiksi
terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah
juridiksi nasional,
i)
Melakukan penyadapan yang
terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup,
j)
Melakukan teknik penyidikan
pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan,
k)
Memusnahkan Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
l)
Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam
dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya,
m)
Mengambil sidik jari dan
memotret tersangka,
n)
Melakukan pemindaian terhadap orang, barang,
binatang, dan tanaman,
o)
Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman
melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan
dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
p)
Melakukan penyegelan
terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita,
q)
Melakukan uji laboratorium
terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika,
r) Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika, dan
s) Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 91
1)
Kepala kejaksaan negeri
setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang Narkotika dan
Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status
barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan
pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/atau dimusnahkan.
2)
Barang sitaan Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang
telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala
kejaksaan negeri setempat.
3)
Penyidik wajib membuat
berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh
empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara
tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan
negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
4)
Dalam keadaan tertentu,
batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1
(satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
5)
Pemusnahan barang sitaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 75
huruf k.
6)
Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN dan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak
menerima penetapan dari kepala kejaksaan negeri setempat.
7)
Kepala BNN dan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan.
Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu
kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang
keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas
untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan
harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan
bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan
pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk
(Anonim,2012).
Fungsi:
1)
Kartu stok
digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran,
hilang, rusak, atau kadaluwarsa),
2)
Tiap
lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1(satu)
jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran,
3)
Data pada kartu
stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan distribusi dan
sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat
penyimpanan (Depkes RI,2008)
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1)
Kartu stok
diletakkan bersamaan/berdekatan dengan perbekalan farmasi bersangkutan,
2)
Pencatatan
dilakukan secara rutin dari hari ke hari,
3)
Setiap terjadi
mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/kadaluwarsa)
langsung dicatat di dalam kartu stok,
4)
Penerimaan dan
pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan (Depkes
RI,2008)
Informasi yang didapat:
1)
Jumlah
perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok),
2)
Jumlah
perbekalan farmasi yang diterima,
3)
Jumlah
perbekalan farmasi yang keluar,
4)
Jumlah
perbekalan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa,
5)
Jangka waktu kekosongan perbekalan
farmasi.
Manfaat informasi yang didapat:
1)
Untuk
mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi,
2)
Penyusunan laporan,
3)
Perencanaan
pengadaan dan distribusi,
4)
Pengendalian persediaan,
5)
Untuk pertanggungjawaban
bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian,
6)
Sebagai alat
bantu kontrol bagi Kepala IFRS.
Hal-hal yang harus Diperhatikan
1)
Petugas
pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan pengeluaran perbekalan
farmasi di Kartu Stok Induk.
2)
Kartu Stok
Induk adalah :
a)
Sebagai
pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang,
b)
Alat bantu
bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi,
c)
Alat bantu
dalam menentukan kebutuhan.
3)
Bagian
judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan :
a)
Nama perbekalan
farmasi tersebut,
b)
Sumber/asal
perbekalan farmasi,
c)
Jumlah
persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan, dihitung sebesar waktu
tunggu,
d)
Jumlah
persediaan maksimum yang harus ada dalam persediaan=sebesar stok kerja+waktu tunggu+ stok
pengaman.
4)
Kolom-kolom
pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan:
a)
Tanggal
diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi,
b)
Nomor dan tanda
bukti misalnya nomor faktur dan lain-lain,
c)
Dari siapa
diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa dikirim,
d)
Jumlah
perbekalan farmasi yang diterima berdasarkan sumber anggaran,
e)
Jumlah
perbekalan farmasi yang dikeluarkan,
f)
Sisa stok
perbekalan farmasi dalam persediaan,
g)
Keterangan yang
dianggap perlu, misalnya tanggal dan tahun kadaluwarsa, nomor batch dan
lain-lain.
Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan
dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan
perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Tujuan:
a)
Tersedianya
data yang akurat sebagai bahan evaluasi,
b)
Tersedianya
informasi yang akurat,
c)
Tersedianya
arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan,
d)
Mendapat data
yang lengkap untuk membuat perencanaan (Depkes RI,2008)
Jenis laporan yang sebaiknya dibuat oleh IFRS meliputi:
No
|
Jenis Laporan
|
Kegunaan
|
Ket.
|
1.
|
Keuangan (laporan yang telah
dikeluarkan oleh IFRS)
|
Untuk keperluan audit, wajib
dibuat
|
|
2.
|
Mutasi perbekalan farmasi
|
Untuk keperluan perencanaan,
wajib dibuat
|
|
3.
|
Penulisan resep generik dan non
generik
|
Untuk keperluan pengadaan, wajib
dibuat
|
|
4.
|
Narkotika dan Psikotropika
|
Untuk audit POM dan keperluan
perencanaan, wajib dibuat
|
|
5.
|
Stok opname
|
Untuk keperluan audit dan
perencanaan, wajib dibuat
|
|
6.
|
Pendistribusian, berupa jumlah
dan rupiah
|
Untuk keperluan audit dan
perencanaan, wajib dibuat
|
|
7.
|
Penggunaan obat program
|
Untuk keperluan audit dan
perencanaan, wajib dibuat
|
|
8.
|
Pemakaian perbekalan farmasi
|
Jaminan Kesehatan bagi
Masyarakat Miskin Untuk keperluan audit dan perencanaan, wajib dibuat
|
|
9.
|
Jumlah resep
|
Untuk keperluan perencanaan
|
|
10.
|
Kepatuhan terhadap formularium
|
Untuk keperluan perencanaan,
informasikan untuk KFT
|
|
11.
|
Penggunaan obat terbesar
|
Untuk keperluan perencanaan,
informasikan untuk KFT
|
|
12.
|
Penggunaan antibiotik
|
Untuk keperluan perencanaan,
informasikan untuk KFT
|
|
13.
|
Kinerja
|
Untuk audit
|
Monitoring dan Evaluasi
Salah satu upaya untuk terus
mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi dirumah sakit adalah dengan
melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini juga bermanfaat
sebagai masukan guna penyusunan perencanaandan pengambilan keputsan.
Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan secara periodic dan berjenjang.
Keberhasilan evaluasi ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan (Depkes
RI,2008)
Monitoring
Monitoring
adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif
program/memantau perubahan yang fokus pada proses masuk dan keluar.
1) Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan
2) Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan yang kita
berikan (Depkes RI,2008)
Evaluasi
Evaluasi adalah penggunaan metode
penelitian sosial secara sistematis menginvestigasi efektifitas program dan
menilai kontribusi program terhadap perubahan (Goal/objektif) dan menilai kebutuhan perbaikan, kelanjutan atau
perluasan program (rekomendasi)
1)
Evaluasi
memerlukan desain studi/penelitian,
2)
Evaluasi
terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok pembanding,
3)
Evaluasi
melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu,
4)
Evaluasi
melibatkan studi/penelitian khusus.
Kaitan antara Monitoring dan
Evaluasi adalah evaluasi memerlukan hasil dari monitoring dan digunakan untuk
kontribusi program (Anonim, 2012).
Monitoring bersifat spesifik
program, sedangkan Evaluasi tidak hanya dipengaruhi oleh program itu sendiri,
melainkan variabel-variabel dari luar. Tujuan dari Evaluasi adalah evalausi
efektifitas dan cost effectiveness.
Tujuan :
meningkankan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit
agar dapat ditingkatkan secara optimum (Depkes RI,2008)
Pelayanan
farmasi klinik
Pelayan farmasi klinik
adalah pendekatan profesional yang bertangggung jawab dalam menjamin penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan prilaku tenaga farmasi serta bekerja sama dengan profesi kesehatan
yang lain. Tujuan pelayanan farmasi klinik adalah:
2) Memberikan
pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi
penggunaan obat,
3) Meningkatkan
kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan
farmasi,
4) Meningkatkan
mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit,
5) Melaksanakan
kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara
rasional (Anonim.2012).
Karakteristik pelayanan farmasi
klinik di rumah sakit adalah :
1)
Berorientasi kepada pasien,
2)
Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit
(bangsal),
3)
Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah
pengobatan dimulai dan memberi informasi bila diperlukan,
4)
Bersifat aktif, dengan memberi masukkan kepada
dokter sebelum pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat atau
pengobatan,
5)
Bertanggungjawab atas semua saran atau tindakan yang
dilakukan,
6)
Menjadi mitra dan pendamping dokter.
Sistem pelayanan kesehatan pada konteks farmasi klinik, farmasi adalah ahli
pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evalusi pengobatan dan
memberikan rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan
lain. Farmasis merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan
penggunaan obat yang aman, tepat dan cost effective.
Kegiatan pelayanan farmasi klinik
meliputi:
b) Pengkajian
resep, yaitu merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari
seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan,
c) Dispensing,
yaitu merupakan
kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interprestasi,
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/tiket, penyerahan obat dengan memberikan informasi obat yang
memadai disertai sistem
dokumentasi. Dispensing dibedakan
berdasarkan atas sifat sediaan,
yaitu dispensing sediaan farmasi
khusus (nutrisi parental dan pencampuran obat steril) dan dispensing sediaan farmasi
berbahaya (penanganan obat kanker secara aseptis),
d) Pemantauan
dan pelaporan efek samping obat, yaitu merupakan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis
dan terapi,
e) Pelayanan
informasi obat (PIO), yaitu kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh tenaga farmasi untuk memberikan informasi
secara akurat, tidak bias dan terkini kepada perawat, profesi kesehatan lainnya
dan pasien.
Tujuan dari PIO adalah:
1) Menyediakan
informasi mengenai obat kepada pasien atau keluarganya dan tenaga kesehatan
dilingkungan rumah sakit,
2) Menyediakan
inforamasi untuk kebijakan yang berhubungan dengan obat yang ditetapkan PFT,
3) Meningkatkan profesionalisme tenaga farmasi,
4) Menunjang
pengolahan dan terapi obat yang rasional dan berorientasi pada pasien,
5) Konseling,adalah
suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien
yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan
rawat inap,
6) Pemantauan
kadar obat dalam darah, yaitu melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat
tertentu atas permintaan dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit,
7) Ronde/visite pasien,
yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga
kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan: pemilihan obat, menerapkan secara
langsung pengetahuan farmakologi terapik, menilai kemajuan pasien, bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lain,
8) Pengkajian
penggunaan obat, yaitu program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obatan yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien.
DAPUS : SK Menteri Kesehatan No.1197/Menkes/SK/X/2004, Pengelolaan
DAPUS : SK Menteri Kesehatan No.1197/Menkes/SK/X/2004, Pengelolaan
Perbekalan Farmasi.